Kita acapkali mendengar istilah point of purchase (POP), yang diucapkan dan didengungkan oleh para
profesional yang berkecimpung di dunia consumer
goods maupun retail, dan bahkan, bagi sebagian besar perusahaan consumer goods, POP ini dijadikan milestone dari strategi pemasaran mereka
khususnya di modern market channel. Ini memunculkan rasa penasaran saya, apa
sebenarnya POP dan mengapa itu sangat penting.
Sepengetahuan saya, secara makro, POP adalah pasar,
pusat perbelanjaan dan toko dimana seorang konsumen membeli sebuah produk.
Sedangkan secara mikro, POP adalah area atau tempat dimana seorang consumer / shopper mengambil keputusan
untuk membeli sebuah produk di dalam outlet, baik outlet tradisonal maupun
modern. Definisi ini diperkuat oleh asumsi maupun teori pemasaran yang
menyatakan bahwa sebanyak kurang lebih dari 80% consumer / shopper melakukan pengambilan keputusan pemilihan produk
di area POP tersebut. Pengertian yang terakhir ini, saya yakini dan menjadi
dasar dari semua aktivitas pemasaran yang saya lakukan. Terminologi ini juga
berlandaskan dari sebuah bagan segitiga manufaktur – retailer (customer) – consumer, dimana POP menjadi persinggungan diantara ketiganya.
Saat ini, bagi sebagian orang, pusat perbelanjaan
seperti mal maupun supermarket, bukan lagi sekadar tempat belanja, namun juga
tempat wisata. Berjalan di antara rak barang, melihat dan memegang barang
pajangan, membandingkan harga dan membaca informasi pada kemasan, menjadi
sesuatu hal yang wajar sekaligus menyenangkan. Lebih lanjut, di dalam mal
maupun supermarket tersebut, akan terdapat puluhan bahkan ratusan merek dengan puluhan
kategori produk yang sejenis yang akan dipilih oleh para consumer / shopper.
Melihat fakta
tersebut, perusahaan manufaktur berlomba – lomba untuk mendapatkan tempat yang
terlihat dan terjangkau di rak, gondola, freezer island dan tempat display
produk yang lain yang ada di outlet. Mereka juga memperindah kemasan produk
mereka berikut planogram produk
mereka di rak outlet tersebut (yang lebih dikenal dengan istilah visual merchandising). Ini semua
dimaksudkan untuk menimbulkan rangsangan kepada consumer / shopper untuk
tertarik melihat, memegang, dan pada akhirnya membeli produk tersebut.
Lebih lanjut, untuk memastikan produk kita dipilih
oleh consumer / shoppers, terdapat
beberapa pemicu / drivers yang dapat
menyebabkan consumer / shoppers untuk
melakukan transaksi di POP, yang diistilahkan sebagai 4 P’s Trade Marketing, yaitu, presence, placement, promotion dan price. Pada presence, perusahaan manufaktur melalui trade marketer nya akan fokus pada penanganan distribusi dari
perusahaan manufaktur ke customer
(istilahnya selling in) sehingga akan
terjadi pilihan produk yang tepat (assortment)
dan ketersediaan produk (availability)
yang terjaga di masing – masing channel.
Placement lebih menekankan pada
keberadaan produk di outlet tersebut, sehingga trade marketer akan memastikan visibility
produknya agar menarik, mudah terlihat, dan dijangkau oleh consumer / shoppers. Dalam hal ini, trade marketer akan bekerja sama dengan
VM (visual merchandiser) untuk
membuat planogram yang terbaik dan
melalui MD (merchandiser) dan field marketer untuk memastikan planogram tersebut dieksekusi dengan
sempurna.
Pada aspek price,
akan ditentukan dan dipastikan CBP (consumer
based price), harga yang affordable
berikut POSM nya seperti price tag, price
list board, dan sebagainya. Sementara pada aspek promotion, trade marketer akan mengajukan berbagai macam aktivitas
BTL untuk berpromosi di masing – masing channel.
Aktivitas tersebut antara lain, mailer, sampling
product, in store branding, pemberian gimmick, dan sebagainya dimana semua aktivitas tersebut
bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi shopper selain nilai produk yang mereka beli.
Terkait manajemen POP ini, seorang field marketer memegang peranan yang
sangat penting. Di dalam sebuah outlet, field
marketer dapat bertindak sebagai:
1.
Sebagai brand ambassador
2.
Sebagai brand protector
3.
Sebagai brand communicator
4.
Menciptakan selling in (stock
building)
5.
Meningkatkan selling
out, dengan cara mempersuade shopper
6.
Consumer Retention Management (CRM)
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk memenangkan
peperangan di POP, perusahaan manufaktur harus dapat memaksimalkan opportunity dengan cara “right assortment, in the right placement, at the right price,
in the right stores, in the right promotion, in the
right location, and in right field marketer,” begitu ujar mentor saya dulu. (ARD)
No comments:
Post a Comment