Wednesday, September 11, 2013

POP Management in Consumer Goods



Kita acapkali mendengar istilah point of purchase (POP), yang diucapkan dan didengungkan oleh para profesional yang berkecimpung di dunia consumer goods maupun retail, dan bahkan, bagi sebagian besar perusahaan consumer goods, POP ini dijadikan milestone dari strategi pemasaran mereka khususnya di modern market channel. Ini memunculkan rasa penasaran saya, apa sebenarnya POP dan mengapa itu sangat penting.
Sepengetahuan saya, secara makro, POP adalah pasar, pusat perbelanjaan dan toko dimana seorang konsumen membeli sebuah produk. Sedangkan secara mikro, POP adalah area atau tempat dimana seorang consumer / shopper mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk di dalam outlet, baik outlet tradisonal maupun modern. Definisi ini diperkuat oleh asumsi maupun teori pemasaran yang menyatakan bahwa sebanyak kurang lebih dari 80% consumer / shopper melakukan pengambilan keputusan pemilihan produk di area POP tersebut. Pengertian yang terakhir ini, saya yakini dan menjadi dasar dari semua aktivitas pemasaran yang saya lakukan. Terminologi ini juga berlandaskan dari sebuah bagan segitiga manufaktur – retailer (customer) – consumer, dimana POP menjadi persinggungan diantara ketiganya.


Saat ini, bagi sebagian orang, pusat perbelanjaan seperti mal maupun supermarket, bukan lagi sekadar tempat belanja, namun juga tempat wisata. Berjalan di antara rak barang, melihat dan memegang barang pajangan, membandingkan harga dan membaca informasi pada kemasan, menjadi sesuatu hal yang wajar sekaligus menyenangkan. Lebih lanjut, di dalam mal maupun supermarket tersebut, akan terdapat puluhan bahkan ratusan merek dengan puluhan kategori produk yang sejenis yang akan dipilih oleh para consumer / shopper.  
 Melihat fakta tersebut, perusahaan manufaktur berlomba – lomba untuk mendapatkan tempat yang terlihat dan terjangkau di rak, gondola, freezer island dan tempat display produk yang lain yang ada di outlet. Mereka juga memperindah kemasan produk mereka berikut planogram produk mereka di rak outlet tersebut (yang lebih dikenal dengan istilah visual merchandising). Ini semua dimaksudkan untuk menimbulkan rangsangan kepada consumer / shopper untuk tertarik melihat, memegang, dan pada akhirnya membeli produk tersebut. 



Lebih lanjut, untuk memastikan produk kita dipilih oleh consumer / shoppers, terdapat beberapa pemicu / drivers yang dapat menyebabkan consumer / shoppers untuk melakukan transaksi di POP, yang diistilahkan sebagai 4 P’s Trade Marketing, yaitu, presence, placement, promotion dan price. Pada presence, perusahaan manufaktur melalui trade marketer nya akan fokus pada penanganan distribusi dari perusahaan manufaktur ke customer (istilahnya selling in) sehingga akan terjadi pilihan produk yang tepat (assortment) dan ketersediaan produk (availability) yang terjaga di masing – masing channel. Placement lebih menekankan pada keberadaan produk di outlet tersebut, sehingga trade marketer akan memastikan visibility produknya agar menarik, mudah terlihat, dan dijangkau oleh consumer / shoppers. Dalam hal ini, trade marketer akan bekerja sama dengan VM (visual merchandiser) untuk membuat planogram yang terbaik dan melalui MD (merchandiser) dan field marketer untuk memastikan planogram tersebut dieksekusi dengan sempurna.
Pada aspek price, akan ditentukan dan dipastikan CBP (consumer based price), harga yang affordable berikut POSM nya seperti price tag, price list board, dan sebagainya. Sementara pada aspek promotion, trade marketer akan mengajukan berbagai macam aktivitas BTL untuk berpromosi di masing – masing channel. Aktivitas tersebut antara lain, mailer, sampling product, in store branding, pemberian gimmick, dan sebagainya dimana semua aktivitas tersebut bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi shopper selain nilai produk yang mereka beli.
Terkait manajemen POP ini, seorang field marketer memegang peranan yang sangat penting. Di dalam sebuah outlet, field marketer dapat bertindak sebagai:
1.      Sebagai brand ambassador
2.      Sebagai brand protector
3.      Sebagai brand communicator
4.      Menciptakan selling in (stock building)
5.      Meningkatkan selling out, dengan cara mempersuade shopper
6.      Consumer Retention Management (CRM)
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk memenangkan peperangan di POP, perusahaan manufaktur harus dapat memaksimalkan opportunity dengan cara “right assortment, in the right placement, at the right price, in the right stores, in the right promotion, in the right location, and in right field marketer,” 
begitu ujar mentor saya dulu. (ARD)
 

No comments:

Post a Comment