Di awal tahun 2007, saya bergabung dengan PT.Metro
Pillars Consulting yang memiliki projek Restrukturisasi Organisasi dan Budaya
Kerja PDAM Kota Surabaya. Latar belakang yang mendasari dicetuskannya program
tersebut adalah munculnya anggapan bahwa PDAM Kota Surabaya sebagai salah satu
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Surabaya memiliki kinerja organisasi yang
tidak efektif dan efisien seiring terjadinya bottle neck di BUMD tersebut. Langkah awal pelaksanaan program ini adalah
dengan memotret budaya organisasi yang berkembang pada saat itu (existing).
Organizational culture atau budaya organisasi adalah
serangkaian perilaku anggota organisasi,
yang menjadi salah satu faktor utama bagi keberhasilan organisasi
tersebut dalam mencapai tujuannya. Organizational culture assessment dilakukan di PDAM Kota
Surabaya untuk mendapatkan gambaran budaya organisasi yang berkembang saat ini,
maupun budaya organisasi ideal yang diperlukan untuk merealisasikan corporate plan yang telah disusun
manajemen & stakeholder PDAM
Kota Surabaya.
Lebih lanjut, Organizational
culture assessment dilakukan untuk
memberi pedoman dan arahan bagi pengembangan sistem kelola organisasi, yang
merupakan bagian utama program restrukturisasi organisasi dan budaya kerja di
PDAM Kota Surabaya. Pedoman
inilah yang kemudian akan dijabarkan kedalam nilai-nilai, kompetensi utama, dan
sistem pengelolaan kinerja organisasi sehingga tercipta tata kelola organisasi
yang diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi organisasi, sebagaimana tertuang
dalam Corporate Plan PDAM Kota
Surabaya.
Aktivitas ini, organizational
culture assesment dilakukan pada tingkat pimpinan perusahaan, dengan metode kuesioner. Terdapat 7 (tujuh) orang yang mengikuti
aktivitas ini, mulai dari level Direktur hingga Staf. Adapun kuisioner yang
digunakan menggunakan model OCAI dari Harrison, yaitu sebagai berikut:
Kuisioner OCAI terdiri dari 6 item kriteria yang antara lain
Karakteristik Dominan, Pola Kepemimpinan, Tata Kelola Karyawan, Kerekatan
Hubungan dalam Organisasi, Penekanan Strategik, dan Kriteria Keberhasilan.
Masing – masing kriteria tersebut terdiri dari 4 pernyataan. Setiap responden
diminta untuk memberikan skor untuk masing – masing pernyataan tersebut dimana
jumlah keempat pernyataan itu akan memiliki skor 100. Adapun hasil tabulasi kuisioner menunjukkan bahwa budaya organisasi yang ada dan
berkembang di PDAM Kota Surabaya cenderung menunjukkan tipe Hierarchy
dan Clan.
Selanjutnya,
budaya organisasi yang diharapkan merekomendasikan
supaya budaya Hierarchy – Clan mulai
dikurangi, sementara disisi yang lain budaya Market – Adhocracy mulai diperkuat. PDAM diharapkan lebih mendengarkan pelanggan dan
memberikan pelayanan yang lebih baik, serta menumbuhkan iklim inovasi
didalamnya. Hal ini terlihat dari penurunan budaya Clan dan Hierarchy, sementara
disisi yang lain budaya Market
dan Adhocracy justru menguat. Gambar
berikut ini memperlihatkan perubahan tersebut.
Adapun keterangan dari
masing kuadran adalah sebagai berikut. Budaya Hierarchy diindikasikan
oleh kecenderungan penekanan pada sistem kontrol dan pembatasan peran
(Harrison, 2004). Organisasi dirasakan sangat formal dan didominasi struktur
yang kokoh. Prosedur mengatur kegiatan anggota organisasi. Memelihara
kelancaran dan stabilitas jalannya kegiatan usaha menjadi prioritas.
Pengelolaan SDM didominasi oleh keingingan akan rasa aman dan hal-hal yang
dapat diprediksi. Tipe kepemimpinan yang cocok untuk budaya Hierarchy adalah koordinator dan
monitor. Kriteria efektivitas kerja yang dikehendaki adalah efisiensi,
ketepatan waktu, dan lancarnya kegiatan operasional. Kompetensi utama yang
dipersyaratkan oleh organisasi bagi pimpinan puncak adalah: manging coordination (pengelolaan
koordinasi), managing control system
(pengelolaan sistem kendali), dan managing
acculturation (penanaman nilai-nilai).
Budaya Clan diindikasikan oleh
rasa keterikatan sebagai satu keluarga. Organisasi dikemas bersama-sama melalui
rasa loyal dan tradisi. Banyak hal dikehendaki serta dijalankan dengan
konsensus untuk menjaga moral dan iklim yang kohesif. Tipe kepemimpinan yang cocok untuk budaya Clan adalah fasilitator, mentor, dan
‘bapak’. Kriteria efektivitas kerja yang dikehendaki adalah kohesivitas dan
komitmen. Kompetensi
utama yang dipersyaratkan oleh organisasi bagi pimpinan puncak adalah: managing team (pengelolaan kelompok
kerja), managing interpersonal
relationship (pengelolaan hubungan antar pribadi), dan managing development of others (pengembangan bawahan).
Budaya Adhocracy diindikasikan oleh munculnya inisiatif dan kreativitas
anggota organisasi. Cepat tanggap dan beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan. Pembenahan yang berkelanjutan (continuous
improvement) merupakan tema yang harus ditumbuhkan. Tipe
kepemimpinan yang cocok untuk budaya ini adalah inovator, entrepreneur, dan visioner. Kriteria
efektivitas kerja yang dikehendaki adalah pertumbuhan. Kompetensi
utama yang dipersyaratkan oleh organisasi bagi pimpinan puncak adalah: managing innovation (pengelolaan kreativitas),
managing the future (pengelolaan masa
depan), dan managing continuous
improvement (pembenahan yang berkelanjutan).
Budaya Market dicirikan oleh
sifat agresif dalam memenangkan hati pelanggan dan menguasai pasar. Produktivitas
menjadi isu sentral. Tipe
kepemimpinan yang cocok untuk budaya Market adalah hard-driver dan producer.
Kriteria efektivitas kerja yang dikehendaki adalah
pencapaian target dan pangsa pasar. Orientasi terhadap hasil merupakan nilai
yang harus ditumbuhkan. (ARD)