Gaji dari waktu ke waktu, selalu menarik dibicarakan. Ia
selalu menjadi hot issue dimana pun,
terutama di awal tahun ketika banyak perusahaan yang merencanakan atau
memberikan kenaikan gaji untuk karyawannya. Ia bisa membuat orang bahagia,
sedih, iri, marah, atau terkagum – kagum. Bahagia karena gaji yang diterima
sesuai dengan yang diinginkan atau melebihi ekspektasi. Sedih karena gaji tidak
naik atau yang diterima tidak sesuai dengan harapan. Iri karena melihat rekan –
rekannya ternyata mendapatkan gaji lebih tinggi. Marah karena perusahaan
tempatnya bekerja tidak menghargai secara layak. Dan, kita bisa terkagum –
kagum ketika melihat profesional muda bergaji tinggi dan menjadi rebutan banyak
perusahaan.
Mendapatkan gaji yang layak tentulah dambaan karyawan atau
professional perusahaan. Dan, sesungguhnya memang tak ada yang salah dengan
menuntut gaji yang layak. Itu hal yang wajar. Terlebih, jika seorang karyawan /
profesional sudah merasa memberikan kontribusi yang semestinya sesuai yang
diharapkan perusahaan. Sebaliknya, perusahaan juga berkewajiban memberikan gaji
yang pantas kepada karyawannya.
Namun, harus diakui kondisi ideal itu tak selalu dapat
terpenuhi. Penyebabnya macam – macam, seperti cash flow perusahaan yang sedang seret, kinerja keuangan perusahaan yang memburuk, krisis ekonomi,
hingga kebijakan remunerasi yang buruk. Kalau penyebabnya yang terakhir, memang
tak bisa dibenarkan. Hanya saja, kalau perusahaan tidak bisa memenuhi harapan
karyawan karena kondisi perusahaan yang sedang memburuk atau krisis ekonomi,
seyogianya karyawan bisa memahami.
Tantangannya adalah bagaimana kesediaan karyawan memahami
kondisi perusahaan itu keluar dari hati yang paling dalam, bukan karena
terpaksa. Apabila kondisi itu tercipta, mereka tetap termotivasi untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan,
karena, pada dasarnya, mereka juga ingin perusahaan tumbuh dengan baik. Dan,
itu bisa terjadi bila selama ini perusahaan telah membuktikan diri “berlaku
baik” kepada karyawan / profesional yang dimilikinya.
Terlebih, di era talent war yang
begitu sengit seperti sekarang, perusahaan memang tidak bisa sembarangan
memberikan gaji ataupun kompensasi untuk karyawan atau profesional terbaiknya.
Pasalnya, jika talenta – talenta terbaik itu tidak puas, kemungkinan mereka
meninggalkan perusahaan tinggi karena banyak perusahaan lain yang menunggu
mereka. Ini akan menimbulkan kerugian yang tak ternilai bagi perusahaan itu
sendiri.
Salah satu hal yang dibutuhkan untuk mempertahankan talenta talenta
terbaik adalah perusahaan harus memiliki sistem remunerasi yang baik, yang
diketahui dan mudah dipahami karyawan. Merahasiakan sistem atau metode
remunerasi atau penggajian bukan kebijakan yang tepat karena mudah sekali
menimbulkan syak wasangka, yang bisa berujung pada munculnya kekhawatiran,
gosip, demotivasi dan ketidakbahagiaan – kondisi yang kita semua tentu tidak menginginkannya
karena bisa memperburuk lingkungan kerja dan kinerja perusahaan.
Sistem penetapan gaji yang lebih transparan yang dibuat oleh perusahaan
akan berdampak positif terhadap moral dan motivasi karyawan. Betul, kompensasi
individual adalah sesuatu yang konfidensial, tetapi metode dalam penentuan gaji
maupun kompensasi – termasuk penghitungan kenaikan tentunya – haruslah jelas
dan mudah dipahami. Malah, sistem remunerasi yang baik dan dipahami karyawan
bisa membantu organisasi menciptakan budaya kerja yang diinginkan.
Bagi karyawan atau profesional, mengharapkan gaji yang lebih tinggi adalah
hal yang lumrah. Bahkan, seyogjanya harapan seperti itu terus dihidupkan agar
termotivasi untuk melakukan yang terbaik dan memberikan kontribusi yang
maksimal terhadap pencapaian kinerja perusahaan. Akan tetapi, fokusnya bukan
pada menuntut dan terus menuntut kenaikan gaji, melainkan pada bagaimana
membuat perbedaan atas kompetensi mereka dibandingkan dengan yang lain. Bahkan
kalau bisa, kompetensi yang dimiliki itu tidak pasaran, sehingga menjadi
kompetensi langka yang sangat dibutuhkan perusahaan. Tentu saja, tak cukup
hanya itu, Anda juga harus menunjukkan passion
dalam bekerja, serta memiliki karakter dan attitude yang positif. Pada posisi seperti ini, Anda tidak perlu
mengejar kenaikan gaji, karena gaji yang mengejar Anda.
Telah
banyak contoh yang kita lihat disekitar kita, profesional yang mendapatkan
imbalan, baik karena prestasinyadi tempat kerjanya maupun dibajak perusahaan
lain, yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata – rata profesional seusianya
plus posisi yang mentereng di perusahaan. Kalangan profesional / eksekutif yang
masuk dalam barisan C-League (eksekutif
yang dicari perusahaan) yang kami tampilkan dalam Sajian Utama (SWA Magazine)
ini adalah sebagian orang – orang yang dalam posisi seperti itu. Mereka yang
pindah ke perusahaan lain, kalau ditanya tentang alasannya, jawabannya
kebanyakan bukanlah karena uang atau gaji, melainkan tantangan yang diberikan.
Bisa jadi, mereka memang tak perlu memikirkan besarnya gaji yang akan mereka
terima. Bukan berarti mereka tidak perlu gaji atau kompensasi tinggi, serta
insentif dan bonus lainnya, tetapi mereka sudah paham, gajilah yang kini
mengejar mereka. Jadi, untuk apa lagi dipikirkan? (Saduran)
Referensi
Djawahir,
Kusnan M. Buatlah Gaji Mengejar Anda.
Majalah SWAsembada,
Edisi 28 Juli – 10 Agustus 2011
Terimakasih informasinya
ReplyDelete