Komunikasi selalu menjadi salah satu aktivitas yang
signifikan bagi keberhasilan organisasi pemasar, terutama saat melakukan dialog
dengan konsumen. Upaya untuk melakukan dialog dengan konsumen adalah cara
strategis untuk mendapatkan keunggulan dalam melakukan penetrasi di pasar yang
sama. Dalam proses dialog ini, para pelaku pemasaran berinteraksi dengan
konsumennya masing – masing melalui upaya keterpaduan pesan, satu tampilan,
satu nada, dengan memastikan arah, kejelasan, konsistensi, dan dalam waktu yang
tepat di dalam pasar yang mereka tuju. (Wenats et al. 2012)
Komunikasi telah menjadi salah satu faktor penting
dalam persaingan bisnis saat ini. Perusahaan – perusahaan yang memiliki produk
atau merek dalam kategori sama, akan berkompetisi, merencanakan dan mengerahkan
segala sumber daya yang mereka miliki guna memenangkan persaingan. Marketer (pemasar) yang berupaya
menciptakan produk dan value, akan
mengkomunikasikan hal tersebut ke konsumen melalui berbagai pilihan media yang
ada, sementara salesmen (penjual) akan
berupaya merubah value tersebut
menjadi bentuk nominal atau profitabilitas bagi perusahaan, melalui cara
berkomunikasi yang tepat kepada konsumen. Ini yang disebut dengan komunikasi
pemasaran.
Dalam perkembangannya, guna mendapatkan AIDA (attention, interest, desire dan action)
dari target pasar, komunikasi pemasaran sebuah perusahaan akan menggunakan
berbagai macam alat pemasaran, seperti iklan atau advertising, promosi penjualan (sales
promotion), kehumasan (public
relations), pemasaran langsung, penjualan
personal (personal selling) dan media
interaktif atau internet marketing.
Alat – alat pemasaran tersebut biasanya digunakan sekaligus oleh perusahaan
sesuai dengan marketing plan yang
sudah mereka tetapkan. Dalam penggunaannya, sering dijumpai adanya
persinggungan atau tumpang – tindih (overlapping)
antara alat komunikasi pemasaran tersebut. Dalam gambar dibawah ini terlihat
adanya tumpang – tindih alat komunikasi pemasaran. Empat media, yaitu promosi
penjualan, iklan, kehumasan dan penjualan personal saling berinteraksi satu
dengan lainnya. Tanpa adanya keselarasan ataupun grand communication theme yang tepat dari berbagai alat pemasaran
tersebut hanya akan mengakibatkan komunikasi pemasaran menjadi tidak efektif
dan efisien. Untuk memastikan adanya keselarasan antara berbagai media
komunikasi pemasaran, marketer dapat
menggunakan IMC (integrated marketing
communication).
Terminologi IMC memang lebih dikenal daripada
terjemahannya: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Lebih lanjut, terdapat berbagai definisi
IMC dan keberagaman tersebut tergantung dari perpektif yang berbeda pula
seperti proses ataupun hasil. Berikut beberapa definisi tersebut (Wenats et al.
2012):
“IMC is a concept of marketing communications planning that
recognizes the added value of a comprehensive plan that evaluates the strategic
roles of a variety of communication displines – for example, general
advertising, direct response, sales promotion, and public relations – and combines
these disciplines to provide clarity, consistency, and maximum communications
impact.”(Menurut sebuah tim taskforce American Association of Advertising
Agencies (AAAA) dalam Schultz (1993), Ogden & Ogden (nd), dan Belch &
Belch (2010)).
“IMC is a process for planning,
executing, and monitoring the brand message that create customer relationship.”
(Duncan, 2008).
“IMC is a strategic business
process used to plan, develop, execute, and evaluate coordinated, measurable,
persuasive brand communication programs over time with consumers, customers,
prospects, and other targeted, relevant external and internal audiences.” (Don
Schultz & Heidi Schultz, 1998).
Dari beberapa definisi IMC diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
IMC meliputi empat hal yang utama yaitu: (1) Proses perencanaan bisnis yang
strategis, (2) integrasi berbagai media komunikasi pemasaran, (3) pengukuran
empiris, (4) evaluasi berkelanjutan.
Apabila dikomparasi dengan pengalaman penulis,
setidaknya, dalam IMC ada beberapa hal kunci yang harus diperhatikan, khususnya
dalam membuat perencanaan IMC nantinya. Yang pertama adalah, IMC ini harus
didasarkan pada perspektif target pasar / target
audience. Marketer harus dapat mengetahui perilaku konsumen yang meliputi
gaya hidup dan preferensinya. Ini juga termasuk media komunikasi yang menjadi
pilihan dalam keseharian mereka. Selanjutnya, kedua, kita harus dapat memilah –
milah dan menggabungkan berbagai consumer
touch points yang dapat mempengaruhi preferensi target audience. Intinya adalah dimanapun target audience kita berada, mereka akan bersinggungan dengan touch points tersebut. Ketiga, berbagai consumer touch points atau media
komunikasi pemasaran tersebut harus menggunakan satu tema komunikasi yang sama.
Tema komunikasi yang dimaksud adalah positioning
statement dari merek kita harus mudah dimengerti dan disampaikan secara konsisten
menggunakan berbagai media komunikasi pemasaran kepada target audience.
Selanjutnya, keempat, IMC harus dapat menciptakan
hubungan baik dengan target audience.
Inisiatif program pemasaran dalam IMC hendaklah dapat memunculkan kesan dan
image yang positif kepada target audience
terhadap merek kita, sehingga dalam jangka panjang akan menciptakan consumer retention. Yang terakhir,
kelima, kita sebagai marketer harus
fokus kepada goals dan objectives kita yaitu merubah perilaku
konsumen. Outcomes dari IMC nantinya
adalah pengaruh positif terhadap brand
equity merek kita yang akan diikuti oleh perubahan perilaku konsumen sesuai
yang kita kehendaki, dan perubahan perilaku yang dimaksud tersebut tentunya
adalah aktivitas konsumsi produk / merek kita oleh target audience. (ARD).
Soemanagara, Rd. Strategic
Marketing Communication: Konsep strategis dan Terapan. ALFABETA.
2008
Wenats et al. Integrated Marketing Communications: Komunikasi
Pemasaran di Indonesia, Success Story. Gramedia Pustaka Utama. 2012