Trade marketing is a discipline of
marketing that relates to increasing the demand at wholesaler, retailer, or
distributor level rather than at the consumer level.
Banyak yang
bertanya kepada saya mengenai trade marketing,
perihal deskripsi dan ruang lingkup kerjanya. Sebelum kita menelaah jauh
tentang hal tersebut, mari kita tengok ke belakang, hal – hal yang mendasari
pentingnya trade marketing.
Brand
/ merek merupakan hal yang terpenting dan menentukan dalam mempengaruhi
pengambilan keputusan shopper dan consumer untuk membeli sebuah produk,
dimana secara umum,
para shopper dan consumer tersebut merupakan homogen. Berdasarkan hal tersebut, ini sudah
menjadi tugas marketing untuk merumuskan
konsep 4P’s:
- Right Product
- Right Promotion (Above The Line dan Below The Line Activities)
- Right Price setting
- Right Positioning on targeted consumer
Setelah marketing merumuskan hal tersebut, maka sales akan fokus untuk melaksanakan distribution, merchandising dan eksekusi
marketing plan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
Dengan kata lain,
fungsi marketing adalah membangun
brand / merek, sementara fungsi sales adalah
mencapai target penjualan. Hal ini merupakan Paradigma Lama.
Kenapa
saya katakan ini adalah paradigma lama. Akan kita ulas ini dengan pertanyaan
awal yaitu, bagaimana dengan kenyataan bahwa saat ini kekuatan tawar channels lebih tinggi dan kompetisi di point of purchase sangat ketat. Jawaban
dari hal tersebutlah yang mendasari lahirnya dan pentingnya trade marketing dalam mencapai target
penjualan.
Channels di
traditional market secara umum dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu grosir dan retail, sementara di modern market, kita akan mengenal
hypermarket, supermarket, minimarket dan
convenience store (yang menjamur saat
ini). Sejauh ini, pertumbuhan gerai hypermarket meningkat 50%, dari hanya 99
gerai menjadi 154 gerai, 2007 – 2011 <http://indonesianconsume.blogspot.com/2013>
(26 Aug. 2013). Berbeda dengan gerai
hypermarket, gerai supermarket cenderung menurun, yakni pada tahun 2007
tercatat 1.377 gerai, turun menjadi 1.230 gerai di tahun 2011. Penurunan
tersebut disebabkan beberapa supermarket terpaksa tutup dikarenakan kalah
bersaing dengan minimarket. Sementara sebagian gerai supermarket diubah menjadi
gerai hypermarket. Lebih lanjut, gerai minimarket yang didominasi oleh Alfamart
dan Indomart, dari tahun 2007, terdapat 8.889 gerai meningkat pesat di tahun
2010 menjadi 15.538 buah gerai. Sedangkan, convenience
store di Indonesia saat ini sudah berjumlah sekitar 600 gerai. Dari uraian
tersebut dapat dilihat kekuatan tawar para channel
saat ini.
Begitu pula dengan shopper
dan consumer, saat ini mereka tidak
dapat dikatakan sebagai homogen. Ada shopper
yang sudah merencanakan daftar belanjaannya sejak dari rumah, dan
sebaliknya, ada pula shopper yang
berbelanja secara spontan saat di pusat perbelanjaan.
Kemudian,
jika dikaitkan dengan waktu, terdapat shopper
yang memiliki banyak waktu untuk berbelanja, pun dengan anggaran belanjanya,
sehingga dia melakukan browsing di
dalam store sebelum memutuskan untuk membeli sebuah produk. Lebih lanjut, ada
pula profile shopper yang membeli
sebuah produk dikarenakan gimmick yang
akan didapatnya. Ini menunjukkan bahwa shopper
dan consumer memiliki kekuatan
untuk memilih dan menentukan produk atau brand
yang akan dipilih, apalagi, saat ini, cost
switching antara satu brand dengan
yang lain sangat tipis perbedaanya. Solusi dari paradigma baru ini adalah trade marketing. (ARD)